Tugas Softskil Bab 6/7
Kemiskinan dan Kesenjangan
Konsep dan Pengertian Kemiskinan
Pengertian Kemiskinan
·
Arti Kemiskinan itu sendiri adalah keadaan dimana
terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian
, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
·
Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu pada
garis kemiskinan (poverty line)
Konsep
Kemiskinan :
·
konsep yang mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan
relative. Kemiskinan relative yaitu ukuran kesenjangan dalam distribusi
pendapatan, biasanya dikaitkan dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang
dimaksud.
·
konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan
disebut kemiskinan absolute. Kemiskinan absolute adalah derajat kemiskinan di
bawah, dimana kebutuhan minimal untuk dapat bertahan hidup tidak dapat
terpenuhi. Ini adalah suatu ukuran tetap (tidak berubah).
2.
Garis kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah
tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh
standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi
atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan)
lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang
hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang
dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan
sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi
pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
3.
Penyebab dan dampak dari
kemiskinan
kemiskinan terjadi dikarenakan beberapa sebab
yaitu:
·
Rendahnya kualitas angkatan kerja.
·
Akses yang sulit terhadap kepemilikan
modal.
·
Rendahnya masyarakat terhadap
penguasaan teknologi.
·
Penggunaan sumber daya yang tidak
efisien.
·
Tingginya pertumbuhan penduduk.
10 Dampak bahaya akibat kemiskinan
·
Dampak bahaya kemiskinan yang pertama
adalah , berkurangnya rasa nasionalisme terhadap suatu Negara, di karenakan
lebih memikirkan kebutuhan untuk bertahan hidup saja kesulitan apalagi
memikirkan rasa cinta pada Negara.
·
Dampak bahaya kemiskinan yang kedua,
banyak terjadinya tidak kejahatan di mana mana , di karenakan masih banyaknya
masyarakat yang berpikiran pendek dalam memenuhi kebutuhan hidup dan sudah
terlalu terdesak dengan kebutuhan tanpa di bekali iman dalam agama sehingga
segala cara pun di lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
·
Dampak bahaya kemiskinan yang ketiga
adalah , harga diri suatu Negara yang jatuh dimata dunia dan akan diremehkan
dan di anggap sumber daya manusianya tidak punya potensi untuk maju dan hanya
mengandalkan bantuan dan bantuan.
·
Dampak bahaya kemiskinan yang ke empat
adalah , semakin tidak terurusnya generasi muda oleh orang tua dan terlepas
begitu saja dari pendidikan dan pengawasan orang tua sehingga menumbuhkan
generasi muda yang tidak mengindahkan akan budaya ketimuran.
·
Dampak bahaya kemiskinan yang kelima
adalah , hilangnya rasa kegotong royongan dan saling membantu di karenakan
sudah menjamurnya budaya loe ya loe guwe ya guwe sehingga menimbulkan kurangnya
rasa persatuan di suatu Negara.
·
Dampak bahaya kemiskinan yang ke lima
adalah , timbul banyak nya penyakit di mana mana baik itu penyakit menular sex
ataupun penyakin yang di sebabkan karena tempat yang kumuh atau makanan yang di
konsumsi tidak sehat .
·
Dampak bahaya kemiskinan yang ketujuh
adalah , semakin drastis berkurangnya belajar agama atau keyakinan pada Tuhan
di karenakan lebih pada memikirkan kebutuhan yang utama yaitu makan.
·
Dampak bahaya kemiskinan yang ke
delapan adalah , terjadinya banyak perselingkuhan di mana mana baik
perselingkuhan dalam berbisnis , perselingkuhan dalam rumah tangga dan perselingkuhan dalam mencintai tanah air.
·
Dampak bahaya kemiskinan yang ke
Sembilan adalah , semakin terpuruknya ekonomi bangsa yang akan mengakibatkan
kehancuran suatu bangsa, akibat ingin memisahkan diri dari wilayah kesatuan
tanah air.
·
Dampak bahaya kemiskinan yang ke
sepuluh adalah , lahirnya sebuah kelompok masyarakat yang begitu pandai,dahsyat
dan kreatif melahirlan suatu yang baru dan canggih akibat terhimpit ekonomi dan
terjadinya revolusi masal dan terpecah belahnya suatu Negara menjadi Negara Negara
kecil.
4.
Pertumbuhan,Kesenjangan,Dan
Kemiskinan
·
Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan
Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public. Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting.
Literature mengenai perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang disebuthipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public. Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting.
Literature mengenai perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang disebuthipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
·
Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas di atas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun banyak factor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas di atas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun banyak factor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.
5.
Beberapa indikator kesenjangan & kemiskinan
- Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the Generalized Entropy(GE),ukuranAtkinson,danKoefisienGini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan)
Bila 1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidak merataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara
pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank
Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjaditigagroup :
40% penduduk dengan pendapatan rendah,
40% penduduk dengan pendapatan menengah,
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
40% penduduk dengan pendapatan rendah,
40% penduduk dengan pendapatan menengah,
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
Selanjutnya, ketidak merataan pendapatan
diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk
dengan pendapatan rendah.
Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan dalam distribusi yaitu :
pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan.
Tingkat ketidak merataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17%dari jumlah pendapatan.
Sedangkan ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan dalam distribusi yaitu :
pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan.
Tingkat ketidak merataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17%dari jumlah pendapatan.
Sedangkan ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
B.
Indikator
Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS menggunakan2macam pendekatan,yaitu:
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS menggunakan2macam pendekatan,yaitu:
- Pendekatan kebutuhan dasar
(basic needs approach)
Basic Needs Appoarch merupakan pendekatan
yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonsep tualisasikan
sebagai ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
- Pendekatan Head Count Index
Head Count Index merupakan ukuran yang
menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk
yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai
rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan
demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan
makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan(non foodline).
6.
Kemiskinan di Indonesia
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan
tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya
melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi
upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang
juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal,
sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu
kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar
sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin
Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari
jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses
sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung
untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna
SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus
diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia
sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk
mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah,
mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini,
rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya
tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik,
kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan
terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan
memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan
rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan
menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup,
kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri
diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si Miskin rela mempertaruhkan
tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan
memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak
sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang
hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah,
kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya
mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui
pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa
penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas,
jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk
dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan
jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi
hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan
seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada
habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan
kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang
memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan
membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
- Tahun
1976 sampai 2007.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode
1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin
sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10 juta
jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar
42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa
di perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun
1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa
(sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan),
atau berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah
penduduk miskin mengalami kenaikan hingga mencapai sekitar 34,5 juta jiwa
(sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan).
Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini menurun sekitar 20,87 persen. Namun,
pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar
38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun
hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di
Indonesia disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah
penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat Statistik).
- Tahun
2007–Maret 2008
Analisis tren tingkat kemiskinan antara kondisi Maret
2007 dan Maret 2008 dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan
selama setahun terakhir. Garis kemiskinan pada periode Maret 2007-Maret 2008
mengalami peningkatan sebesar 9,56 persen, yaitu dari Rp.166.697,- per kapita
per bulan pada Maret 2007 menjadi Rp.182.636,- per kapita per bulan pada Maret
2008. Hal yang sama juga terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-masing
meningkat sebesar 9,02 persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen).
Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta
(16,58 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel
4.3). Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada
daerah perkotaan. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di
daerah perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang
0,79 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan
perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52
persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret
2008 persentase ini hampir sama yaitu 63,47 persen.(Badan Pusat Statistik).
7. Faktor-faktor penyebab terjadinya
kemiskinan antara lain :
·
Pengangguran
Semakin banyak
pengangguran, semakin banyak pula orang-orang miskin yang ada di sekitar.
Karena pengangguran atau orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal kebutuhan setiap manusia
itu semakin hari semakin bertambah. Selain itu pengangguran juga menimbulkan
dampak yang merugikan bagi masyarakat, yaitu pengangguran dapat menjadikan
orang biasa menjadi pencuri, perampok, dan pengemis yang akan meresahkan
masyarakat sekitar.
·
Tingkat pendidikan yang rendah
Tidak adanya
keterampilan, ilmu pengetahuan, dan wawasan yang lebih, masyarakat
tidak akan mampu memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik. Karena dengan
pendidikan masyarakat bisa mengerti dan memahami bagaimana cara untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia.
Dengan belajar,
orang yang semula tidak bisa menjadi bisa, salah menjadi benar, dsb. Maka
dengan tingkat pendidikan yang rendah masyarakat akan dekat dengan kemiskinan.
·
Bencana Alam
Banjir, tanah
longsor, gunung meletus, dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para petani,
sehingga tidak ada bahan makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada penadah
atau koperasi. Kesulitan bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari tidak dapat terpenuhi.
·
Malas Bekerja
Adanya
sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang
bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
·
Keterbatasan Sumber Alam
Suatu
masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan
keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu
miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
·
Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan
lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara
ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara
faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
·
Keterbatasan Modal
Seseorang
miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan
dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan
untuk memperoleh penghasilan.
·
Beban Keluarga
Seseorang
yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha
peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak
anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang
harus dipenuhi.
8.
Kebijakan anti Kemiskinan
Untuk menghilangkan atau
mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk
intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama
strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1. pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang
prokemiskinan
2. Pemerintahan yang baik (good governance)
3. Pembangunan sosial
Untuk mendukung strategi
tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran
atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a. Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor
pertanian dan ekonomi pedesaan, adalah terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan. Hal ini
sangat penting melihat kenyataan bahwa di satu pihak hingga saat ini sebagian
besar wilayah indonesia masih daerah pedesaan dan sebagian besar penduduk
indonesia bertempat tinggal dan bekerja di pedesaan. Demikian juga sebagian
besar penduduk bekerja atau mempunyai sumber pendapatan di sektor pertanian. Di
pihak lain, sumber utama kemiskinan di pedesaan maupun di perkotaan berasal
dari pedesaan. Seperti yang dijelaskan dalam teori A.Lewis, pada awalnya
penduduk di pedesaan lebih padat dari pada di perkotaan, yang membuat tingkat
kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Akibat ketimpang ini
terjadilah migrasi dan urbanisasi, yang sebenarnya adalah perpindahan sebagian
dari kemiskinan di pedesaan ke perkotaan.
Intervensi
lainnya adalah manajemen lingkungan dan sumber daya alam (SDA). Hal ini sangat
penting karena hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA akan dengan sendirinya
menjadi faktor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang
berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.
Pembangunan
transpotasi, komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan keikutsertaan
masyarakat sepenuhnya (stakeholders’ participation) dalam proses
pembangunan, dan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
juga merupakan intervensi jangka pendek yang sangat pendek.
b. Intervensi jangka menengah dan panjang
1.Pembangunan
sektor swasta
Peranan aktif
sektor ini sebagai motor utama penggerak ekonomi/sumber pertumbuhan dan penentu
daya saing perekonomian nasional harus ditingkatkan.
2. Kerjasama regional
Hal ini menjadi
sangat penting dalam kasus indonesia sehubungan dengan pelaksanaan otonomi
daerah. Kerja sama yang baik dalam segala hal, baik di bidang ekonomi,
industri, dan perdagangan, maupun nonekonomi (seperti pembangunan sosial), bisa
memperkeci kemungkinan meningkatnya gap antara
provinsi-provinsi yang kaya dan provinsi-provinsi yang tidak punya (miskin)
SDA.
3. APBN dan administrasi
Perbaikan
manajemen pengeluaran pemerintah untuk kebutuhan publik, termasuk juga sistem
administrasinya, sangat membantu usaha untuk meningkatkan cost
effectiveness dari pengeluaran pemerintah untuk membiayai
penyediaan/pembangunan/penyempurnaan fasilitas-fasilitas umum, seperti
pendidikan, kesehatan, olah raga, dan lain-lain
4. Desentralisasi
Tidak hanya
desentralisasi fiskal, tetapi juga dalam penentuan strategi/kebijakam
pembangunan ekonomi dan sosial daerah sangat membantu usaha pengurangan
kemiskinan di dalam negeri. Desentralisasi seperti itu memberi suatu kesempatan
besar bagi masyarakat daerah untuk aktif berperan dan dapat menentukan sendiri
strategi atau pola pembagunan ekonomi dan sosial di daerah sesuai faktor-faktor
keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki masing-masing daerah.
5. Pendidikan dan Kesehatan
Tidak diragukan
lagi, pendidikan dan kesehatan yang baik bagi semua anggota masyarakat di suat
negara merupakan prakondisi bagi keberhasilan dari anti-poverty policy dari
pemerintah negara tersebut. Oleh karena itu, penyediaan pendidikan (terutama
dasar) dan pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab mutlak dari pemerintah di
mana pun, baik di DCs maupun LDCs. Pihak swasta bisa membantu dalam penyediaan
tersebut, tetapi tidak mengambilalih peranan pemerintah tersebut.
6. Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan
Sama seperti
penyediaan pendidikan dasar dan kesehatan, penyediaan air bersih dan
pembangunan perkotaan, terutama pembangunan fasilitas-fasilitas umum/utama,
seperti pemukiman/perumahan bagi kelompok masyarakat miskin, fasilitas sanitasi
dan transportasi, sekolah, kompleks olah raga, dan infrastruktur fisik (seperti
jalan raya, waduk, listrik, dan sebagainya), merupakan intervensi yang efektif
untuk mengurangi tingkat kemiskinan, terutama di perkotaan.
Komentar
Posting Komentar