Tugas softskil Bab 5
Pertumbuhan dan Perubahan
Struktur Ekonomi
1. Produk Domestik Bruto
PDB
(Gross Domestic Product/GDP) adalah jumlah nilai dari semua produk akhir barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di dalam periode waktu tertentu.PDB
mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi dan eksport
dikurangi impor di dalam kawasan tertentu.
Rumus
PDB :
PDB
= C + I + G + (X-I)
C=
Konsumsi masyarakat
I
= Investasi
G
= Pengeluaran pemerintah
X
= Eksport
I
= Import
PDB
merupakan salah satu indikator yang penting dalam melihat sehat tidaknya
perekonomian suatu kawasan selain untuk menakar tingkat kemakmuran kawasan tersebut.Biasanya
PDB disajikan sebagai perbandingan tahun sebelumnya. Sebagai contohnya jika PDB
tahun ke tahun Indonesia naik 5,5% itu
artinya ekonomi Indonesia bertumbuh sebanyak 5,5% selama tahun terakhir
tersebut.
Seperti
yang biasa terlihat, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan
oleh PDB mempunyai dampak yang besar kepada perekonomian.Sebagai contohnya,
jika ekonomi suatu negara dinyatakan sehat maka dapat diartikan dengan tingkat
pengangguran yang rendah dimana banyak permintaan tenaga kerja dengan upah gaji
yang meningkat menandakan pertumbuhan dari industri-industri di dalam
ekonomi.Perubahan yang signifikan di dalam PDB apaah positif atau negatif
mempunyai dampak yang besar kepada pasar saham.Dengan mudah dapat dijelaskan
bahwa ekonomi yang tidak sehat berarti penurunan keuntungan bagi perusahaan
yang dalam arti praktis diartikan sebagai penurunan harga saham perusahaan
tersebut.Investor sangat khawatir dengan pertumbuhan negatif PDB yang dapat
diartikan oleh para ekonom, yaitu tanda terjadinya resesi.
2. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
Kesejahteraan
masyarakat dari aspek eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional
per-kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi
menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal
pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi
berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk negara-negara seperti Indonesia
yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang
sangat tinggi ditambah lagi fakta bahwa penduduk Indonesia dibawah garis
kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan
lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan
pendapatan masyarakat per-kapita dapat tercapai.
Pertumbuhan
ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan
pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata.Pertumbuhan
ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial.
2.
PEMERINTAHAN
ORDE BARU
Maret 1966
Indonesia memasuki pemerintahan orde baru. Perhatian pemerintah lebih
ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi
dan sosial di tanah air. Hubungan dengan negara barat dijalin kembali dan
ideologi komunis dijauhi. Indonesia kembali menjadi anggota PBB, IMF dan
World Bank.
Langkah yang dilakukan pada masa orde baru antara lain:
1. pemulihan
stabilitas ekonomi, sosial dan politik serta rehabilitasi ekonomi
2.
mencukupkan stok cadangan bahan pangan (terutama beras)
3.
menghidupkan kegiatan produksi
4.
meningkatkan ekspor
5.
menekan tingkat inflasi
6.
mengurangi defisit keuangan pemerintah
7.
menciptakan lapangan pekerjaan
8.
mengundang kembali investor asing
9.
penyusunan rencana pembangunan lima tahun secara bertahap dengan target-target
yang
jelas
Secara
keseluruhan program ekonomi pemerintah orde baru dibagi menjadi dua jangka
waktu yang saling berkaitan yaitu Program jangka pendek dan Program jangka
panjang. Program jangka pendek meliputi:
1. tahap
penyelamatan (Juli-Desember 1966)
2.
tahap rehabilitasi (Januari-Juni 1967)
3.
tahap konsolidasi (Juli-Desember 1967)
4.
tahap stabilisasi (Januari-Juni 1968)
Program jangka
pendek ini dilanjutkan dengan program jangka panjang, yang terdiri atas
rangkaian REPELITA yang dimulai April 1969. program jangka panjang dibagi
menjadi tahapan-tahapan Repelita. Tahap pelaksanaan Pelita I (1969/1970)
sampai Pelita V (1993/1994) disebut Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun Pertama
(PJP I). Sedangkan Pelita VI sampai Repelita X disebut PJP II.
Namun pemerintah orde baru hanya dapat menyelesaikan sampai tahap pembangunan
pelita VI sedangkan pelita VII hanya sempat dilaksanakan satu tahun anggaran.
Adapun tujuan janka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia
pada masa orde baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses
industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat itu diangggap satu-satunya
cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi,
seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran.
Pada masa pemerintahan orde baru pelaksanaan pembangunan senantiasa
diarahkan pada pencapaian tiga sasaran pembangunan, meskipun prioritasnya
berubah-ubah sesuai dengan masalah dan situasi yang dihadapi saat ini.
Ketiga sasaran tersebut dikenal dengan Trilogi Pembangunan:
-
stabilitas perekonomian
-
pertumbuhan ekonomi
-
pemerataan hasil-hasil
pembangunan
Dampak
Repelita I dan pelita-pelita berikutnya terhadap perekonomian Indonesia cukup
mengagumkan. Proses pembangunan berjalan sangat cepat dengan laju
pertumbuhan rata-rata per tahun yang cukup tinggi, jauh lebih baik daripada
selama orde lama dan juga relatif lebih tinggi daripada laju rata-rata
pertumbuhan ekonomi dari kelompok negara-negara berkembang.
Perubahan ekonomi structural juga sangat nyata selama masa orde baru bila
dilihat dari perubahan PDB, terutama dari sector pertanian dan industri.
Meningkatnya kontribusi output dari sector industri manufaktur terhadap
pertumbuhan PDB selama periode orde baru mencerminkan adanya proses
industrialisasi atau transformasi ekonomi di Indonesia dari negara agraris ke
semi industri. Ini merupakan salah satu perbedaan nyata dalam sejarah
perekonomian Indonesia antara rezim orde baru dengan orde lama.
Sejak masa orde lama hingga berakhirnya orde baru dapat dikatakan Indonesia
telah mengalami 2 orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda, yakni ekonomi
tertutup yang berorientasi sosialis pada jaman Soekarno ke ekonomi
terbuka yang berorientasi kapitalis pada jaman Soeharto. Perubahan
orientasi kebijakan ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional pada
pemerintahan orde baru lebih baik dibanding pemerintahan orde lama.
Pengalaman ini menunjukkan beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi
terlebih dahulu agar usaha membangun ekonomi berjalan baik.
Kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. kemauan
yang kuat (political will)
2.
stabilitas politik dan ekonomi
3.
SDM yang lebih baik
4.
system politik dan ekonomi yang Western Oriented
5.
kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik
Kebijakan-kebijakan
ekonomi masa orde baru memang telah menghasilkan proses transformasi ekonomi
yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dengan biaya yang
sangat mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Dapat dilihat
antara lain pada buruknya kondisi sector perbankan nasional dan semakin
besarnya ketergantungan Indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan
impor.
·
PEMERINTAHAN
TRANSISI
Tanggal 14 dan
15 Mei 1997 nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan
hebat akibat para investor asing mengambil keputusan “jual”. Mereka
mengambil sikap demikian karena tidak percaya lagi terhadap prospek
perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. 2 Juli
1997 bank sentral Thailand terpaksa mengumumkan nilai tukar bath dibebaskan
dari ikatan dengan dolar AS. Sejak itu nasibnya diserahkan sepenuhnya
pada pasar. Hari itu juga pemerintah Thailand meminta bantuan IMF.
Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa
negara asia lainnya, awal dari krisis keuangan di Asia. Rupiah Indonesia
mulai terasa goyang sekitar Juli 1997 dari Rp.2500 menjadi Rp.2650 per
dolar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil.
Sekitar September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang
perekonomian nasional. Untuk mencegah agar keadaan tidak bertambah buruk,
pemerintah orde baru mengambil beberapa langkah konkrit, di antaranya menunda
proyek-proyek senilai Rp.39 trilyun dalam upaya mengimbangi keterbatasan
anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi perubahan nilai rupiah
tersebut. Awalnya pemerintah berusaha menangani krisis rupiah ini dengan
kekuatan sendiri. Akan tetapi setelah menyadari merosotnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS tidak dapat dibendung lagi dengan kekuatan sendiri,
lebih lagi karena cadangan dolar AS di BI mulai menipis karena terus digunakan
untuk intervensi untuk menahan atau untuk mendongkrak kembali nilai tukar
rupiah. 8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia meminta bantuan keuangan dari
IMF. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Thailand, Filiphina dan
Korea Selatan.
Akhir Oktober 1997 IMF mengumumkan paket bantuannya pada Indonesia yang
mencapai 40 milyar dolar AS, 23 milyar di antaranya adalah pertahanan lapis
pertama (front line defence). Sehari setelah pengumuman itu, seiring
dengan paket reformasi yang ditentukan oleh IMF, pemerintah mengumumkan
pencabutan ijin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat. Ini
merupakan awal kehancuran perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah yang menjelma menjadi krisis ekonomi akhirnya
menimbulkan krisis politik yang dapat dikatakan terbesar dalam sejarah
Indonesia sejak merdeka. 21 Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri
dan diganti oleh wakilnya BJ.Habibie. 23 Mei 1998 presiden Habibie membentuk
kabinet baru, awal terbentuknya pemerintahan transisi.
·
PEMERINTAHAN
REFORMASI
Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada 1999 kondisi
perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju
pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0 % dan pada tahun 2000
proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju
pertumbuhan hampir mencapai 5 %.
Selama
pemerintahan reformasi, praktis tidak ada satupun masalah di dalam negeri yang
dapat terselesaikan dengan baik. Berbagai kerusuhan social yang bernuansa
disintegrasi dan sara terus berlanjut, misalnya pemberontakan di Aceh, Maluku,
dsb. Belum lagi demonstrasi buruh semakin gencar yang mencerminkan
semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di dalam negeri,
juga pertikaian elit politik semakin besar.
Selain itu, hubungan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Abdurahman
Wahid dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU no.23
tahun 1999 mengenai Bank Indonesia, penetapan otonomi daerah, terutama
menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri dan revisi APBN
2001 yang terus tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut
menyebabkan IMF menunda pencairan bantuannya, padahal roda perekonomian nasional
saat itu bergantung pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia
terancam dinyatakan bangkrut oleh Paris
Club (negara-negara donor) karena sudah kelihatan jelas bahwa
Indonesia dengan kondisi perekonomian yang semakin buruk dan defisit
keuangan pemerintah yang terus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali
hutangnya yang sebagian besar akan jatuh tempo pada 2002. bahkan Bank
Dunia juga mengancam akan menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF
dengan pemerintah Indonesia macet.
1.
FAKTOR PENENTU
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
1. Faktor Internal
Krisis ekonomi pada tahun 1998 yang disebabkan oleh buruknya fundamental
ekonomi nasional, serta lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional pasca
peristiwa tersebut menyebabkan banyak investor asing yang enggan (bahkan
hingga sampai saat ini) menanamkan modalnya di Indonesia. Kemudian proses
pemulihan serta perbaikan ekonomi nasional juga tidak disertai kestabilan
politik dan keamanan yang memadai, penyelesaian konflik sosial , serta tidak
adanya kepastian hukum. Padahal faktor-faktor non ekonomi inilah yang merupakan
aspek penting dalam menentukan tingkat resiko yang terdapat di dalam suatu
Negara untuk menjadi dasar keputusan bagi para pelaku usaha atau investor
terutama asing, untuk melakukan usaha atau menginvestasikan modalnya di Negara
tersebut.
2. Faktor Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional serta
dunia merupakan faktor eksternal yang sangat penting untuk mendukung proses
pemulihan ekonomi di Indonesia. Kondisi perdagangan dan perekonomian regional
atau dunia dinilai penting, sebab apabila kondisi perdagangan dan perekonomian
Negara-negara tersebut terutama mitra Indonesia sedang melemah, maka akan
berdampak pula pada proses pemulihan yang akan semakin mengulur waktu dan
akibatnya dapat menghambat kemajuan perekonomian di Indonesia.
3.
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Teori perubahan struktual menitikberatkan
pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh NSB, yang
semula lebih bersifat subsistens dan menitikberatkan pada sektor pertanian
menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern, yang didominasi oleh
sektor-sektor nonprimer. Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam
menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni dari Arthur Lewis (teori
migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi struktual).
Teori Lewis pada dasarnya membahas proses
pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan di perkotaan. Dalam teorinya,
mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 2,
yaitu perekonomian tradisional di perdesaan yang didominasi oleh sektor pertanian
dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama.
Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya
sama seperti di model Lewis. Teori Chenery, dikenal dengan teori pattern of
development, memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses
perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami transformasi dari pertanian
tradisional (subsistens) ke sektor industri sebagai mesin penggerak utama
pertumbuhan ekonomi.
Komentar
Posting Komentar