UNDANG UNDANG PERBURUHAN

Undang-Undang Perburuhan  NO.12 TH 1948
Tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan.
Adanya bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
Pasal 10
1.      Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh.
2.      Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikit-dikitnya setengah jam lamanya waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat 1.
Pasal 13,Ayat 2
3.      Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.


UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1964
Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
Undang-Undang tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.
Pasal 1
1)      Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
2)      Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a)      Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus.
b)      Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena mematuhi kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah.
Pasal 2
Bila setelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan, pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruh itu tidak menjadi anggota dari salah satu organisasi buruh.
Pasal 3
1)      Bila perundingan tersebut dalam pasal 2 nyata-nyata tidak menghasilkan Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( Panitia Daerah), termaksud pada pasal 5 Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42) Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
2)      Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan, pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih.

Pasal 4
Izin termaksud pada pasal 3 tidak diperlukan bila pemutusan hubungan kerja dilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan.

Pasal 5
1)      Permohonan izin pemutusan hubungan kerja beserta alasan-alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertulis kepada Panitia Daerah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukan pengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perorangan dan kepada Pusat bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
2)      permohonan izin hanya diterima oleh Panitia Daerah/Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2 tetapi perundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.

Pasal 6
Panitia Daerah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan.

Pasal 7
1)      Panitia Daerah dan Panitia Pusat disamping ketentuan-ketentuan tentang hasil ini yang dimuat dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42).
2)      Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian lain-lainnya.
3)      Penetapan besarnya uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
4)      Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itu diatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian tersebut di atas.

Pasal 8                                            
Terhadap penolakan pemberian izin oleh Panitia Pusat atau pemberian izin dengan syarat tersebut pada pasal 7 ayat (2), dalam waktu 14 (empat betas) hari setelah pemutusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/atau pengusaha maupun organisasi buruh/ atau organisasi pengusaha yang bersangkutan dapat diminta kepada Panitia Pusat.

Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikan permohonan menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan dalam tingkat banding.

Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpa izin seperti pada pasal 3 adalah batal karena hukum.

Pasal 11
Selama izin termaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan banding tersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik pengusaha maupun buruh harus tetap memenuhi segala kewajibannya.

Pasal 12
Undang-undang ini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di perusahaan-perusahaan swasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka, asal mempunyai masa kerja dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.

Pasal 13
Ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang belum diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.

Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Sumber            http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_03.htm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB III ETHICAL GOVERNANCE

Soal-soal Etika Profesi Akuntansi

Etika Profesi Akuntansi (Etika Dalam Kantor Akuntan Publik)